Google Dan Yahoo Jadi Tempat Favorit Bersembunyinya Virus
WASHINGTON (Berita SuaraMedia) - Perusahaan anti virus asal Republik Ceko, Avast menyebutkan, virus yang bersarang dalam berbagai aplikasi populer rupanya banyak berasal dari platform iklan besar seperti Google dan Yahoo.
Penelitian Avast tahun lalu menyebutkan, berbagai virus mulai dari yang biasa sampai yang canggih, banyak bersembunyi dibalik iklan pada situs-situs dengan hit tinggi seperti The New York Times dan aggregator berita Drudge Report.com. Untuk tahun ini, Drudge Report.com masih menjadi sasaran favorit untuk menyebarkan virus, ditambah lagi TechCrunch dan WhitePages.com.
Virus-virus ini kerap disebut sebagai malvertising, singkatan dari malware advertising.
Ap
Diberitakan Cnet, riset terbaru Avast menemukan bahwa penelusuran asal muasal virus-virus tersebut kemudian berakhir di Yahoo dan Google yang menguasai sekira 50 persen iklan online.
"Tak hanya pemain kecil saja yang terinfeksi virus. Server iklan online besar seperti Google dan Yahoo pun turut menjadi korban dan menyebarkan iklan bervirus," kata Manager Public Relation Avast Lyle Frink.
Untuk itu, Frink memberikan saran agar pengguna tidak mengklik apapun agar tidak terkena malvertising. Pasalnya, komputer hanya akan terinfeksi ketika iklan tersebut diklik dan diakses oleh browser.
Sejak marak penyebaran malvertising akhir Desember silam, Avast mencatat ada lebih dari 2,6 juta contoh virus yang ditemukannya pada komputer konsumen.
Juru bicara Yahoo memberikan konfirmasi dengan menyebutkan bahwa laporan ini merupakan situasi investigasi, namun tidak memberikan banyak informasi. "Kami telah mengidentifikasi laporan tersebut dan meyakinkan bahwa malvertising telah dinonaktifkan dalam sistem kami," ungkap juru bicara tersebut.
Juru bicara Google menyebutkan, pihaknya menemukan virus dalam iklan yang disampaikan oleh DoubleClick dalam sistem mereka. "Dalam kasus seperti ini, kami menghentikan penayangan beberapa iklan, hingga kami yakin iklan tersebut itu benar-benar bersih dari virus," tandasnya.
Sementara itu, Kelompok aktivis lingkungan Greenpeace menuduh situs-situs internet seperti Facebook, Apple, Microsoft, dan Google memberikan kontribusi pada pemanasan global.
Alasannya, situs-situs terkemuka itu menggunakan energi dari pembangkit listrik dengan bahan bakar batu bara untuk mendukung operasional pusat data layanan internet mereka.
Pernyataan tersebut terungkap dalam laporan Greenpeace berjudul 'Make IT Green: Cloud Computing and its Contribution to Climate Change'. Melalui laporan tersebut, Greenpeace memperingatkan bahwa pusat data raksasa komputasi awan, termasuk Google, Facebook, Microsoft, Yahoo, dan lainnya sebagian besar mendapat tenaga dari batu bara, faktor pendorong pemanasan global.
Seperti diberitakan dari laman PC Advisor, Greenpeace menuduh perusahaan-perusahaan terkemuka itu belum cukup berusaha untuk mengganti sumber energi pusat data. Pasalnya, mereka bisa menggunakan sumber energi alternatif atau setidaknya mendorong dilakukannya perubahan kebijakan.
Sebelum laporan ini dirilis, Greenpeace melontarkan kritik terhadap Facebook karena membeli listrik untuk pusat data custom-built pertama dari perangkat yang menggunakan lebih banyak batu bara dibanding datacenter lainnya di Amerika Serikat.
Datacenter di Prineville, Oregon, tersebut akan membeli sumber energi dari Pacific Power. Greenpeace juga membuat group di Facebook, menuntut agar situs pertemanan itu berhenti menggunakan sumber energi batu bara.
Laporan Greenpeace mengklaim Apple, Facebook, Microsoft, Yahoo, dan Google juga akan membangun pusat data baru yang kembali bergantung pada batu bara. Greenpeace meminta agar perusahaan-perusahaan itu membangun pusat data di area di mana mereka bisa mendapat energi listrik dari sumber tergantikan.
Namun Greenpeace, dalam laporan tersebut, juga memuji Yahoo karena membangun datacenter di dekat Buffalo, New York, yang akan menggunakan sumber listrik hidro. (ar/ok/vs)
0 comments:
Post a Comment